MA

SOCA Case 5 : Syok Anafilaktik

Shope Anafilaktik: Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1

  • Shope anafilaktik adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1, merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh IgE dan terjadi cepat (5-30 menit).
  • Penyebab alergi (alergen) bervariasi:
    • Sengatan serangga.
    • Makanan/minuman (kacang, susu, seafood).
    • Obat-obatan (antibiotik, NSAID intravena).
    • Idiopatik (tidak jelas).

Mekanisme Reaksi Hipersensitivitas Tipe 1

  1. Alergen dipresentasikan oleh APC (Antigen Presenting Cell) ke sel T helper 2.
  2. Sel T helper 2 berinteraksi dengan sel B melalui MHC kelas 2.
  3. Sel B berkembang menjadi sel B memori dan sel B plasma.
  4. Sel B plasma menghasilkan antibodi IgE.
  5. IgE berikatan dengan sel mast melalui reseptor FC IGA, membentuk kompleks IgE-sel mast.
  6. Jika terjadi paparan alergen berulang, alergen akan berikatan dengan IgE pada sel mast, memicu degranulasi.
  7. Degranulasi menyebabkan pelepasan histamin dan mediator inflamasi lainnya.

Kondisi Atopik

  • Produksi IgE berlebihan menyebabkan banyak IgE beredar dalam plasma dan menempel pada sel mast.
  • Kondisi ini meningkatkan respons terhadap alergi dan menyebabkan kondisi atopik.

Efek Histamin

Kavum Nasi (Rongga Hidung)

  • Histamin menyebabkan pelebaran sel goblet dan peningkatan sekresi mukus (\rightarrow) hidung berair (pilek).
  • Terjadi ekstravasasi cairan, menyebabkan pelebaran konka nasal (\rightarrow) hidung buntu.

Pembuluh Darah

  • Histamin menyebabkan vasodilatasi (\rightarrow)
    • Aliran balik vena menurun.
    • Cardiac output menurun (\rightarrow) hipotensi.
    • Kompensasi: takikardia.
  • Ekstravasasi cairan (\rightarrow) edema (kelopak mata, bibir) dan bentol-bentol di kulit.
  • Vasodilatasi (\rightarrow) flushing atau eritema (kemerahan pada wajah dan daerah lain).

Paru-paru

  • Ekstravasasi cairan (\rightarrow) edema saluran napas (\rightarrow) penyempitan saluran napas (narrowing) (\rightarrow) bronkokonstriksi.
  • Bronkokonstriksi (\rightarrow)
    • Sesak napas.
    • Wheezing (suara mengi).
    • Dispnea (\rightarrow) hipoksia.
  • Hipoksia dan hipotensi berkelanjutan (\rightarrow) syok anafilaktik.

Pemeriksaan Penunjang

  1. Darah lengkap.
  2. Rontgen thorax (jika ada dispnea).
  3. EKG.
  • Skin prick test tidak dianjurkan pada kondisi gawat darurat karena memakan waktu.

Diagnosis Banding (DD)

  • Asma (jika ada dispnea).
  • Gangguan panik (takikardia dan dispnea karena dopamin meningkat).
  • Syok lain (hipotensi karena infeksi, kelainan jantung, perdarahan, muntah).
  • Laringospasme (refluks asam lambung (\rightarrow) edema saluran napas (\rightarrow) dispnea).

Tatalaksana Syok Anafilaktik

Non-Farmakologi (Primary Survey)

  • Airway:
    • Periksa patensi jalan napas (obstruksi?).
    • Jika ada obstruksi, lakukan finger swipe atau manuver lain.
    • Pertimbangkan intubasi jika ada bronkospasme.
  • Breathing:
    • Evaluasi SpO2, wheezing, frekuensi napas, gerakan dada.
    • Berikan oksigenasi untuk mengatasi hipoksia.
  • Circulation:
    • Evaluasi tekanan darah, nadi (cepat/lemah), akral (dingin?), capillary refill time (CRT).
    • Berikan rehidrasi kristaloid (NaCl 0.9%, Ringer Asetat, Ringer Laktat) 30 menit, maksimal 2 kali.
  • Hentikan pencetus (obat yang disuntik).
  • Posisikan pasien setengah duduk untuk meningkatkan kenyamanan dan cardiac output.

Farmakologi

  1. Adrenalin/Epinefrin
    • Konsentrasi 1:1000 (1 mg/mL).
    • Dosis: 0.01 mg/kgBB (dewasa: 0.5 mg atau 0.5 cc).
    • Rute: IM (intramuskular) di anterolateral paha.
    • Dapat diulang tiap 5 menit (maksimal 2 kali).
    • Jika tidak respon setelah 2 kali, berikan infus pump (1 mg dalam 100 mL NaCl 0.9% selama 30-60 menit).
  2. Antihistamin
    • Diphenhydramine 10 mg IV.
  3. Steroid
    • Dexamethasone 5 mg IV.
  4. Nebulisasi Beta-2 Agonis
    • Salbutamol.

Prognosis

  • Tergantung pada:
    • Berat ringannya manifestasi klinis (keterlibatan jantung, paru).
    • Kecepatan diagnosis dan penanganan.
    • Respon terhadap pengobatan.
  • Proses syok anafilaktik cepat, sehingga diagnosis dan penanganan yang terlambat memperburuk prognosis.