5. KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

KONSTITUSI DAN RULE OF LAW

Pengertian Konstitusi

  • Secara Luas:

    • Kesepakatan para pendiri untuk membentuk sebuah negara.

    • Berasal dari bahasa Perancis, "constituir" yang berarti "membentuk".

    • Secara politis: Kesepakatan penyerahan kekuasaan pada kedaulatan yang lebih tinggi atau kontrak sosial.

    • Secara sosiologis: Kesepakatan individu-individu dalam mendirikan organisasi sebagai payung untuk menaungi kehidupan individu dalam hidup bermasyarakat.

    • Secara yuridis: Perjanjian tertulis hasil kesepakatan berisi tujuan dan aturan-aturan untuk mengatur para pihak yang bersepakat.

  • Secara Sempit:

    • Hukum dasar atau Undang-Undang Dasar (UUD).

Tujuan Konstitusi

  • Secara umum:

    • Memisahkan kekuasaan dari penguasa.

    • Membatasi kekuasaan.

    • Mengontrol penguasa dalam menjalankan kekuasaan tersebut.

  • Sebagai dasar legitimasi seorang penguasa untuk berkuasa.

  • Mengatur bagaimana cara menjalankan kekuasaan.

Fungsi Konstitusi

  • Deklarasi pendirian sebuah negara yang berisi visi dan misi.

  • Hukum dasar tertulis sebagai hasil kesepakatan para pendiri bangsa.

  • Membagi kekuasaan negara agar efektif mengatur negara.

  • Membatasi kekuasaan negara dari setiap tingkatan.

  • Menjamin Hak Asasi Manusia.

  • Menegakkan prinsip keadilan.

Konstitusi dan Demokrasi

  • Konstitusi yang demokratis mengacu pada prinsip-prinsip demokratis:

    • Kedaulatan di tangan rakyat. Konstitusi memberikan batasan terhadap kekuasaan secara tegas sehingga demokrasi yang berkedaulatan rakyat berjalan dan berfungsi dengan baik.

    • Hak minoritas dijamin penuh. Konstitusi memberikan jaminan kepada setiap orang untuk mendapatkan haknya secara penuh, termasuk adanya jaminan bagi kelompok minoritas. Demokrasi dibatasi oleh ketentuan konstitusi.

    • Pembatasan kekuasaan. Kekuasaan diatur oleh konstitusi.

Peranan Konstitusi dalam Kehidupan Bernegara

  • UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949):

    • Kebijakan-kebijakan yang diambil dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu sehingga muncul kebijakan-kebijakan yang melanggar pasal-pasal UUD 1945. Contohnya: adanya lembaga Perdana Menteri dalam sebuah kabinet Presidensial yang dijabat oleh Sutan Syahrir.

  • Konstitusi RIS (27 Desember 1949 - 17 Agustus 1950):

    • Konstitusi hasil kesepakatan antara pemerintah Indonesia pada waktu itu dengan negara-negara bagian buatan Belanda dalam KMB di Den Haag.

    • Tanggal 17 Agustus 1950, RIS (Republik Indonesia Serikat) dibubarkan dan NKRI berdiri kembali dengan konstitusi UUD 1945.

  • UUDS 1950 (17 Agustus 1950 - 5 Juli 1959):

    • Tujuan utama tuntutan mengganti UUD 1945 dengan UUDS (Undang-Undang Dasar Sementara) 1950 adalah masalah pengurangan kekuasaan negara.

    • UUD 1950 bersifat liberal dan pemerintahan disusun berdasarkan parlemen.

    • Instabilitas politik karena parlemen sering jatuh, yang mengakibatkan kemandekan ekonomi.

    • Dibentuk Dewan Konstituante.

    • Muncul Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang membubarkan Dewan Konstituante dan mengembalikan konstitusi dari UUDS 1950 ke UUD 1945.

  • UUD 1945 (5 Juli 1959 - 12 Maret 1966):

    • Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 sebagai langkah strategis mengamankan posisi dan kekuasaannya.

    • Alasan memberlakukan kembali UUD 1945: UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada Presiden dibanding dengan UUDS 1950.

    • Penyelewengan antara lain:

      • Pengangkatan Presiden seumur hidup oleh MPRS.

      • Perangkapan jabatan eksekutif, legislatif dan yudikatif.

      • Pembentukan lembaga-lembaga Negara baru tanpa dasar hukum.

  • UUD 1945 (12 Maret 1966 - Tahun 1999):

    • Pemerintahan Orde Baru oleh Soeharto kembali menggunakan UUD 1945 dengan alasan memberikan porsi kedudukan yang besar pada eksekutif.

    • Penerjemahan tunggal konstitusi oleh penguasa.

    • Penyelewengan penafsiran terhadap konstitusi.

    • Pelembagaan kekuasaan negara dalam UUD 1945 ditepati dan dipatuhi dengan cermat.

  • UUD 1945 (Amandemen) (1999 - sekarang):

    • Pemerintah berusaha untuk menegakkan Indonesia sebagai negara hukum.

    • Mengkaji pelaksanaan prinsip keadilan yang belum berjalan dengan baik, sehingga UUD 1945 diamandemen.

    • Membatasi kekuasaan berdasarkan hukum negara.

    • Membentuk Mahkamah Konstitusi sebagai bentuk dari pelaksanaan Rule of Law.

Pengertian Rule of Law

  • Konsep Rule of Law merupakan inti dari demokrasi yang bersifat konstitusional.

  • Rule of law dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan untuk mengevaluasi apakah hukum itu sudah berjalan baik sesuai dengan hukum itu sendiri atau belum. Rule of law mempertegas supremasi hukum.

  • Menurut Friedman:

    • Secara formal: Norma yang bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan kekuasaan dalam sebuah organisasi dengan cara memberikan pembatasan dan ketegasan pada kekuasaan-kekuasaan tersebut.

    • Secara ideologis: Penjabaran konsep keadilan dalam bentuk penegakan hukum.

Rule of Law Sebagai Pilar Negara Hukum

  • 3 Prinsip Utama dari Rule of Law:

    1. Menegakkan prinsip keadilan: Hukum harus ditegakkan dan dijalankan sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku atau dikenal dengan supremasi hukum.

    2. Pembatasan kekuasaan: Kekuasaan harus dibatasi oleh hukum karena kekuasaan harus berdasarkan hukum.

    3. Menjamin hak asasi manusia: Hak asasi manusia merupakan syarat yang harus dipenuhi didalam Rule of Law.

Wawasan Dunia Kristen Mengenai Konstitusi Negara Menurut Stahl

  • Hukum adalah konsep transenden sebagai kerajaan etis: sebuah peraturan yang menitik-beratkan pada kesadaran dan tidak bisa dipahami atau dikaitkan dengan motif etis intelektual tentang kesadaran, makhluk bebas.

  • Hukum itu berasal dari Tuhan. Tuhan membuat tatanan untuk mengatur secara individu (berada pada ranah pribadi) dan masyarakatlah yang menetapkan tatanan ini untuk mengatur agar semua yang Tuhan ciptakan berfungsi / berjalan pada rel yang telah ditetapkan Tuhan.

  • Masyarakat diberdayakan menjadi orang benar sedangkan negara berpartisipasi mendistribusikan peraturan tersebut, tetapi bukan untuk kepentingan atau keuntungan penguasa.

  • Hukum tidak cukup memenuhi perintah Tuhan, tetapi melayani dan memelihara perintah itu sebagai alat dan sarana peraturan di dunia di bawah kehendak Tuhan sebagai asumsi posisi sebagai ‘dewa’ pelayan etis atau penegak hukum dan hakim (Prinsip-prinsip Hukum).

  • Hukum dan pribadi merupakan unsur integral dari etika kerajaan. Sedangkan masyarakat sipil adalah salah satu bentuk kerajaan itu, tetapi rendah bentuknya karena terpecah-pecah, pemenuhannya tidak beraturan dari prasyarat etika, namun tetap merupakan tingkat yang penuh skala makhluk etis.