Bab 9: Ketentuan Pernikahan dalam Islam
1. Pengertian Pernikahan Imam Ahmad bin Umar Asy-Syatiri dalam Kitab al-Yaqut al-Nafis (2011: 215) mendefinisikan nikah secara bahasa berarti menggabungkan dan berkumpul. Sedangkan menurut istilah syariat, nikah ialah suatu akad yang menjadikan bolehnya seorang laki-laki dan perempuan melakukan hubungan suami dan istri Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 menjelaskan bahwa pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan kata lain pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut aturan hukum syariat Islam yang mengakibatkan timbulnya hak dan kewajiban di antara masing-masing pihak.
2. Dalil Naqli tentang Pernikahan Adapun dalil naqli tentang pernikahan dalam Q.S. al-Rüm/30:21 وَمِنْ أَيْتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَا يَتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُوْنَ ) ( الروم ٢١:٣٠)Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir." (QS. al-Rüm/30:21). Sedangkan Nabi Muhammad Saw. tentang anjuran menikah bagi yang sudah mampu termaktub dalam Kitab al-Jami' al-Shahih, juz 3 Nomor 5066 disebutkan: عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ عَلْقَمَةَ وَالْأَسْوَدِ عَلَى عَبْدِ شَبَابًا لا نجد اللهِ فَقَالَ عَبْدُ اللهِ : كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَبَابًا شَيْئًا فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَن اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوْجُ ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءَ (رواه البخاري) Artinya: Dari 'Abdurrahman bin Yazid, ia berkata, aku bersama 'Alqamah dan Aswad menemui 'Abdullah, lalu 'Abdullah berkata kami bersama Nabi Muhammad saw sebagai pemuda yang tidak mempunyai apa-apa, maka Rasulullah saw berkata kepada kami "Hai para pemuda, barang siapa di antara kamu telah sanggup menikah, maka nikahlah. Karena nikah itu dapat menundukkan mata dan memelihara faraj (kelamin) dan barang siapa tidak sanggup maka hendaklah berpuasa karena puasa itu dapat menjagamu (melemahkan syahwat)." (HR. Al-Bukhari)
3. Tujuan Pernikahan Seseorang harus memiliki tujuan yang baik ketika akan melakukan pernikahan. Karena tujuan inilah yang akan memengaruhi kehidupan setelah menikah. Tujuan menikah yang baik ialah sebagai berikut: 1) Untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan hidup (sakinah) Ketenteraman dan kebahagiaan adalah idaman setiap orang. Menikah merupakan salah satu cara supaya hidup menjadi bahagia dan tenteram2) Untuk membina rasa cinta dan kasih sayang. Menikah merupakan salah satu cara untuk membina kasih sayang antara suami istri dan anak. 3) Untuk memenuhi kebutuhan biologis yang sah dan diridhai Allah Swt. 4) Melaksanakan perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya. Sebagaimana sabda beliau dalam Kitab Shahih Muslim Nomor 1401 disebutkan عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَعْضُهُمْ لَا أَتَزَوَّجُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ أَصَلِّي وَلَا أَنَامُ وَقَالَ بَعْضُهُمْ أَصُومُ وَلَا أَفْطِرُ فَبَلَغَ ذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوْا كَذَا وَكَذَا لَكِنِي أَصُوْمُ وَأَفْطِرُ وَأُصَلِّي وَأَنَامُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنَي (رواه مسلم) Artinya: Dari Anas bin Malik, ada beberapa sahabat Rasulullah saw berkata: saya tidak akan menikah, sebagian lagi berkata, saya akan selalu shalat dan tidak tidur, sebagian lagi berkata: saya akan terus berpuasa dan tidak berbuka. Berita ini sampai kepada Nabi saw, hingga (Beliau saw) bersabda, "Apa alasannya ada yang berkata begini-begitu? Padahal saya berpuasa dan berbuka, aku shalat dan tidur, dan aku juga menikahi perempuan, dan barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia tidak termasuk golonganku." (HR. Muslim) 5) Untuk memperoleh keturunan yang sah Melalui pernikahan, pasangan suami istri akan mendapatkan keturunan yang mendapatkan ridha Allah Swt. dan pengakuan dari negara. Menikah bukan hanya untuk bersenang-senang semata, tapi benar-benar bertanggung jawab kepada Allah Swt. Karenanya, jauhkan diri kalian dari pergaulan bebas dan fokus belajar dan belajar.
4. Hukum Pernikahan Hukum asal melaksanakan pernikahan adalah mubah (boleh). Hukum ini dapat berubah disebabkan pada keadaan tertentu. Berikut penjelasan ringkas terkait hukum menikah: 1) Sunah. Hukum sunah menikah ditujukan untuk orang yang sudah mampu dari segi lahir dan batin untuk menikah namun masih sanggup mengendalikan dirinya dari godaan yang menjurus kepada perzinaan. 2) Wajib. Hukum wajib menikah ditujukan untuk orang yang telah mampu menikah. Mampu dari segi lahir maupun batin. Sedangkan apabila seseorang tersebut tidak menikah, ia khawatir akan terjerumus ke dalam perzinaan. 3) Mubah, artinya dibolehkan. Seseorang dihukumi mubah untuk menikah apabila faktor-faktor yang mengharuskan maupun menghalangi terlaksananya pernikahan tidak ada pada diri seseorang tersebut. 4) Makruh. Hukum menikah menjadi makruh apabila orang yang akan melakukan pernikahan telah memiliki keinginan atau hasrat tetapi ia hanya memiliki bekal untuk biaya pernikahan namun belum mempunyai bekal untuk memberikan nafkah. 5) Haram, hukum menikah menjadi haram bagi orang yang akan melakukan pernikahan tetapi ia mempunyai niat yang buruk, seperti niat menyakiti perempuan atau niat buruk lainnya. Hukum menikah juga haram apabila seseorang yang hendak menikah namun tidak memiliki biaya untuk melaksanakan perkawinan dan dipastikan tidak mampu memberi nafkah dan hak-hak istri serta keluarganya.
5. Memilih Pasangan dalam Pernikahan Nabi Muhammad Saw. memberikan tuntunan dalam memilih pasangan dalam pernikahan, yaitu dengan mempertimbangkan karena: 1) Hartanya: 2) Keturunannya; 3) Kecantikan/ketampanannya; 4) Agamanya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Saw yang termaktub dalam Kitab al-Jami' al-Shahih, juz 3 nomor 5090, yaitu:عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعَ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الَّذِيْنِ تَرِبَتْ يداك (رواه البخاري) Artinya: Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda: "Wanita itu dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung. (HR. Al-Bukhari) Dari hadis tersebut memberikan bimbingan dalam memilih pasangan mempertimbangkan empat hal. Hanya saja, di akhir hadis tersebut disebutkan "Pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung. Ini adalah tuntunan Nabi Muhammad Saw. agar dari keempat pertimbangan tersebut agar memilih karena agamanya. Mengapa memilih agama? Karena dengan agama, kebahagiaan yang sejati akan dapat terwujud, salah satunya ketika agamanya kuat, maka pasangan suami atau istri akan taat kepada Allah dan dapat memelihara dirinya. Dalam Q.S. al-Nisa'/4: 34, dijelaskan: انے فَالصَّلِحْتُ قُنِتَتُ حفظتُ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ الله ( النساء / ٤ : ٣٤) Artinya: "Sebab itu maka wanita yang shalihah, salah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)." (Q.S. al-Nisa'/4:34) Selain itu untuk wanita shalihah merupakan sebaik-baiknya perhiasan dunia bagi suaminya. Hal ini dijelaskan dalam kitab Shahih Muslim, nomor 1467, Nabi Muhammad Saw. bersabda: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأةُ الصَّالِحَةُ (رواه مسلم) Artinya: Dari Abdullah bin Amr bahwasannya Rasulullah Saw, bersabda: "Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah. "(HR. Muslim)
6. Ketentuan Pernikahan a. Rukun Pernikahan dan Syarat Pernikahan Rukun ialah hal yang harus ada ketika pelaksanaan suatu perbuatan. Sedangkan syarat dalam fikih merupakan hal yang harus terpenuhi sebelum melakukan suatu perbuatan tertentu. Rukun menikah ada lima, yaitu: calon suami, calon Istri, wali, dua orang saksi, dan sighat (ljab dan Qabul). Adapun masing-masing akan dijelaskan sebagai berikut. 1) Calon Suami. Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk seorang calon suami, yaitu: a) Calon suami benar-benar laki-laki; b) Calon suami bukanlah orang yang haram dinikahi bagi calon istri, baik haram karena nasab, sepersusuan, atau karena ikatan pernikahan; c) Tidak terpaksa. Tidak sah menikah tanpa ada kehendak sendiri, d) Calon suami diketahui jelas identitasnya. Sudah diketahui nama beserta orangnya, e) Tidak sedang melakukan ihram. 2) Calon Istri. Ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk calon istri, yaitu: a) Benar-benar perempuan: b) Bukan wanita yang haram dinikahi, baik karena nasab, sepersusuan, atau karena ikatan pernikahan. c) Jelas identitasnya, sudah diketahui nama serta yang mana orangnya oleh calon suami; d) Tidak sedang melakukan ihram, atau dalam masa iddah. 3) Wali, syarat menjadi wali pernikahan ialah sebagai berikut: a) Islam: b) Baligh (sudah dewasa), tidak sah anak kecil menjadi wali nikah; c) Berakal sehat; d) Merdeka, bukan seorang budak. e) Laki-laki, tidak sah wali dari perempuan,f) Adil, bukan orang fasiq. g) Urutan wali adalah Bapak, kakek, saudara laki-laki sekandung. saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki dari saudara seayah, anak laki-laki dari saudara kandung, anak laki-laki dari saudara seibu, paman, anak laki-laki paman, h) Bagi perempuan yang tidak memiliki wali, misalnya wali sudah meninggal, maka walinya adalah pemimpin di daerah tersebut, jika di Indonesia adalah dari pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) 4) Dua orang saksi Syarat dua orang saksi ini juga hampir sama dengan wali, yakni a) Islam; b) Baligh (sudah dewasa), tidak sah anak kecil menjadi saksi nikah, c) Berakal sehat: d) Merdeka, bukan seorang budak; e) Laki-laki, tidak sah saksi dari perempuan. f) Adil, bukan orang fasıq 5) Sighat (Ijab dan Qabul) Syarat dari ijab-qabul dalam pernikahan adalah: a) Ijab-qabul dilaksanakan dalam keadaan bersambung. Artinya: antara pelafalan ijab dengan qabul (penerimaan) tidak berselang lama. b) Tidak ditambahi dengan keterangan jangka waktu tertentu. Misalnya saya terima nikah si fulanah dalam waktu sebulan. c) Lafadz jelas maksudnya, dan tidak disangkutkan dengan makna yang lain. Misalnya saya nikahkan engkau dengan anakku jika engkau tetap menjadi pengusaha d) Ijab dan qabul menggunakan kalimat "nikah, tazwij, atau turunannya yang semakna." e) Boleh menggunakan bahasa selain bahasa ArabContoh Ijab Qabul Ijab Wali perempuan atau penghulu berkata kepada pengantin laki-laki. Di bawah ini adalah contoh menggunakan Bahasa Arab. أَنكَحْتُكَ وَزَوَّجْتُكَ مَخْطُوبَتَكَ ... بِنْتِ ... بِمَهْرِ أَدَوَاتِ الصَّلَاةِ وَثَلاثِينَ جُزْاً مِنْ مُصْحَفِ الْقُرْآنَ حَالاً Jika dilafadzkan dengan bahasa Indonesia: "Saya nikahkan engkau dan saya kawinkan engkau dengan pinanganmu.... binti.... dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan 30 juz darı mushaf Al-Qur'an dibayar tunai Qabul Calon suami menjawab Apabila menggunakan bahasa Arab sebagai berikut. قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيجَهَا لِنَفْسِي بِالْمَهْرِ الْمَذْكُورِ حَالاً Jika diucapkan menggunakan bahasa Indonesia "Saya terima nikah dan kawinnya binti.... untuk diri saya sendiri dengan mas kawin tersebut dibayar tonai.Orang-orang yang tidak boleh dinikahi Adapun orang-orang yang tidak boleh dinikahi dapat dilihat dalam tabel berikut ini.Mahram (Perempuan yang haram untuk dinikahi). Muabbad (Haram selamanya).Ghairu Muabbad (haram selama masih ada ikatan pernikahan).Senasab (keturunan) 1) Ibu kandung dan seterusnya ke atas 2) Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya). 3) Saudara perempuan sekandung (sekandung. sebapak saja atau seibu saja). 4) Saudara perempuan dari ibu (baik yang sekandung. seayah, atau seibu). 5) Saudara perempuan dari bapak (baik yang sekandung, seayah, atau seibu) 6) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah. 7) Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah,Radha'ah (sepersusuan) 1) Ibu yang menyusui 2) Saudara perempuan sepersusuanIkatan Pernikahan 1) Mertua (Ibu darı istri) 2) Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain). apabila suamı sudah pernah berkumpul dengan ibunya 3) Istri dari ayah (Ibu tiri). kakek, dan seterusnya ke atas) baik sudah dicerai atau belum. 4) Istri anak laki- laki (menantu). dinikahi keduanya 1) Saudara perempuan dari istra (sekandung, seayah, atau seibu) 2) Saudara sepersusuan istri 3) Bihi dari istri (baik dari jalur ayah maupan ibu) 4) Keponakan perempuan dari istri anak dari saudara sang istri)C Pernikahan yang tidak sah Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah Saw. adalah sebagai berikut. 1) Pernikahan Mut ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Imam Madzhab empat sepakat bahwa pernikahan ini haram dilakukan. Secara historis diperbolehkannya nikah mut'ah oleh Rasul ini karena umat Islam waktu itu berada dalam masa transisi, yaitu peralihan dari masa Jahiliyah menuju Islam. Praktik perzinaan pada masa jahiliyah sudah membudaya, sementara Islam datang dan Rasul menyeru umat Islam untuk berperang, maka keadaan jauhnya pejuang muslim dari istri-istri mereka tentu saja merupakan suatu penderitaan tersendiri. Kebolehan ini berlangsung hingga datangnya hadis Nabi sebagai nasikh (penghapus) atas kebolehan nikah tersebut. Dasarnya adalah hadis yang terdapat dalam Kitab al-Jami' al- Shahih Juz 3 Nomor 4216 berikut ini: عَنْ عَلِيَ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَهَى عَنْ مُتْعَةِ النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ أَكْلِ لُحُومِ الْحُمْرِ الإِنْسِيَّةِ (رواه البخاري) Artinya: Dari 'Ali bin Abu Thalib ra bahwa Rasulullah saw melarang nikah mut'ah (perkawinan dengan waktu terbatas semata untuk bersenang- senang) dan melarang makan daging keledai jinak pada perang Khaibar. (HR. al-Bukhari). 2) Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar. Dasarnya adalah hadis nomor 1415 yang disebutkan dalam Kitab Shahih Muslim berikut: عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الشِّغَارِ وَالشِّغَارُ أَنْ يُزَوْجَ الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوَجَهُ ابْنَتَهُ وَلَيْسَ بَيْنَهُمَا صداق (رواه مسلم)Artinya: "Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw melarang nikah syighar, yaitu seseorang menikah dengan putri orang lain dengan syarat putrinya harus menikah dengannya tanpa ada maskawin." (HR. Muslim) Pernikahan muhallil, yaitu seseorang menikahi wanita yang telah dicerai tiga kali oleh suaminya untuk diceraikan lagi agar halal dinikahi kembali oleh suaminya yang pertama, dan ini dilakukan atas perintah suami pertama tersebut. Hal ini ditegaskan dalam hadis Nomor 1120 dalam Kitab Sunan al-Tirmidzi Juz 3 disebutkan: عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُحَلَّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ (رواه الترمذي) Artinya: "Dari 'Abdullah bin Mas'ud berkata: "Rasulullah saw melaknat muhallil dan muhallal lahu" (HR. al-Tirmidzi) 4) Pernikahan orang yang sedang ihram, baik ihram Haji atau Umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Dalam Kitab Shahih Muslim, Nabi Muhammad Saw. bersabda: فَقَالَ أَبَانُ سَمِعْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَنْكِحُ الْمُحْرِمُ وَلَا يُنْكَحُ وَلَا يَخْطُبُ (رواه مسلم) Artinya: Aban berkata, "Saya pernah mendengar Utsman bin Affan mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda, "Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan untuk menikahkan, dinikahkan dan meminang." (HR. Muslim) 5) Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan seorang laki-laki dengan seorang perempuan yang masih dalam masa iddah, baik karena bercerai atau suami meninggal dunia. Allah Swt. berfirman:وَلَا تَعْزِمُوا عُقْدَةَ النِّكَاحِ حَتَّى يَبْلُغَ الْكِتَبُ أَجَلَهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَفُوْرٌ حَلِيمٌ ) ( البقرة / ٢ : ٢٣٥) "Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. "(Q.S. al-Baqarah/2:235). 6) Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa dihadiri walinya. Rasulullah saw. Bersabda yang tertulis di dalam Kitab Sunan Abi Dawud, juz 2 nomor 2085: عَنْ أَبِي مُوسَى أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا نِكَاحَ إِلَّا بِوَلِنٍ رواه ابو داود) Artinya: Dari Abu Musa bahwa Nabi saw bersabda: "Tidak ada (tidak sah) pernikahan kecuali dengan wali." (HR. Abu Daud). 7) Pernikahan dengan wanita musyrik (menyekutukan Allah), berdasarkan firman Allah Swt.: وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكْتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَامَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ ( البقرة / ٢ : ٢٢١) Artinya: "Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. (QS. al-Baqarah/2:221) 8) Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram karena pernikahan atau karena sepersusuan. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ اللهَ حَرَّمَ مِنَ الرَّضَاعِ مَا حَرَّمَ مِنَ النَّسَبِ (رواه الترمذي) Artinya: "Dari Ali bin Abi Thalib, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda sesungguhnya Allah mengharamkan sebab persusuan seperti yang diharamkan sebab keturunan (HR. at-Tirmidzi) Adapun siapa saja mahram yang dilarang dinikahi terdapat dalam Q.S. al- Nisa/4:22-23 sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya dalam tabel orang-orang yang haram dinikahi. d. Hak dan Kewajiban Suami Istri Untuk mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, suami dan istri harus saling memahami hak dan kewajiban sebagai suami istri. Adapun kewajiban suami kepada istri, yaitu: 1. Memberi tempat tinggal yang layak kepada istri sesuai dengan kemampuan (lihat Q.S. al-Thalaq/65: 6); 2. Memberi nafkah istri menurut kemampuan suami (lihat QS. al- Thalaq/65: 7); 3. Berinteraksi dengan istri secara ma'ruf(baik), yaitu dengan cara yang baik dan penuh kasih sayang, saling menghargai, dan memahami kondisi istri; 4. Menjadi pemimpin keluarga, dengan cara membimbing, mengarahkan, mendidik, memelihara seluruh anggota keluarga dengan penuh tanggung jawab: (Lihat Q.S. al-Nisa/4: 34); 5. Membantu istri dalam melaksanakan tugas sehari-hari, terutama dalam merawat, memelihara, dan mendidik putra putrinya agar menjadi anak yang shaleh dan shalehah. (Lihat Q.S. al-Tahrim/66-6). Sedangkan kewajiban istri kepada suami adalah: 1. Patuh dan taat kepada suami sesuai dengan ajaran agama Islam. Apabila suami memerintahkan untuk melakukan hal yang bertentangan dengan ajaran Islam, maka istri tidak wajib ditaati: 2. Memelihara dan menjaga kehormatan diri sebagai seorang istri dan keluarga serta harta benda suami, baik suamu berada di rumah atau di luar rumah,3. Mengelola rumah tangga dengan baik sesuai dengan tugas dan fungsi sebagai seorang istri; 4. Memelihara, merawat, dan mendidik anak terutama pendidikan agama. Allah Swt., berfirman yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS. At-Tahrim/66: 6) e. Mahar (Maskawin) Mahar atau maskawin terkadang disebut nihlah atau shadaq, yang berarti sesuatu yang diwajibkan karena pernikahan, yakni harta atau apapun yang diberikan oleh laki-laki dan menjadi hak milik perempuan/istri. Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini al-Hashni dalam Kifayah al-Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ikhtishar menjelaskan bahwa walaupun menyebutkan mahar dalam akad nikah sunnah hukumnya, tetapi wajib diberikan oleh laki-laki dalam sebuah pernikahan. Sebagaimana firman Allah Swt: وَأتُوا النِّسَاءَ صَدُقَتِهِنَّ نِحْلَةً ... ( النساء /٤ : ٤ ) Artinya: Berikanlah maskawin kepada perempuan-perempuan yang kamu nikahı sebagai pemberian dengan penuh kerelaan... (QS. al-Nisa'/4: 4) Dalam hadis pun Nabi Muhammad Saw, menjelaskan عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ ، قَالَ : أَتَتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ امْرَأَةٌ ، فَقَالَتْ: إِنَّهَا قَدْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِله وَلِرَسُوْلِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَالَ : مَا لِي فِي النِّسَاءِ مِنْ حَاجَةٍ ، فَقَالَ رَجُلٌ: زَوَجْنِيهَا ، قَالَ : أَعْطِهَا قَوْبًا ، قَالَ : لَا أَجِدُ ، قَالَ: أَعْطِهَا وَلَوْ خَاتَمًا مِنْ حَدِيدٍ ، فَاعْتَلْ لَهُ ، فَقَالَ : مَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ قَالَ: كَذَا وَكَذَا ، قَالَ : فَقَدْ زَوَجْتُكَهَا بِمَا مَعَكَ مِنَ الْقُرْآنِ (رواه البخاري) Artinya: Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad, ia berkata seorang perempuan datang kepada Nabi saw, ia berkata saya memberikan diri saya untuk Allah dan Rasul-Nya, lalu Nabi menjawab saya tidak ada kebutuhan kepada perempuan ini. Salah satu sahabat berkatu nikahkanlah ta denganku wahai Rasul. Maka Nabiaw menjawab berilah perempuan ini pakaian. Sahabat tadi menjawab, saya tidak memilikinya. Nabi berkata lagi berikanlah kepada perempuan ini meskipun cincin best. Sahabat tadi pun memberikan alasannya kepada Nabi Lalu Nabi bertanya surat apakah yang kamu hafal dari al-Qur'an, sahabat tadi menjawab surat ini dan itu. Maka Nabi pun berkata saya nikahkan kamu dengan perempuan ini dengan hafalan surat al-Qur'an yang kamu miliki (HR. Al-Bukhari) Bentuk dan besaran mahar diserahkan kepada kepada calon mempelai Jaki-laki dan perempuan. Tidak ada keharusan apakah harus sama, melebihi ataupun kurang dari mahar yang menjadi kebiasaan di daerah tersebut, karena yang dijadikan ukuran dari sebuah mahar adalah kerelaan antara kedua calon pengantin. Tidak ada batasan maksimal ataupun minimal sebuah mahar. Segala sesuatu baik uang, benda, atau apapun yang dapat memberikan manfaat dapat dijadikan sebagai mahar pernikahan. f. Resepsi Pernikahan (walimatul 'urs) Walimatul 'urs atau sering disebut dengan resepsi pernikahan. Kata Walimah secara bahasa berarti berkumpul. Sedangkan menurut istilah syari'ah yang dijelaskan Ahmad bin "Umar al-Syathiri dalam kitab al-Yaqut al-Nafis adalah nama untuk setiap undangan atau makananan dan minuman yang diadakan karena adanya kebahagiaan atau lainnya. Hukum mengadakan walimah menurut Mushthafa Dib al-Bugha dalam kitab al-Tadzhib fi Adillah Matn al-Ghayah wa al-Taqrib adalah sunnah, dan wajib hukumnya memenuhi undangan walimah tersebut, kecuali jika ada udzur halangan. Nabi Muhammad Saw. pernah bersabda: عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى عَلَى عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَوْفِ أَثَرَ صُفْرَةٍ ، فَقَالَ : مَا هَذَا قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي تَزَوَجْتُ امْرَأَةً عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ ، قَالَ : فَبَارَكَ اللهُ لَكَ أَوْلَمْ وَلَوْ بِشَاةٍ (رواه مسلم) Artinya: Dari Anas bin Malik, sesungguhnya Nabi saw melihat bekas kekuningan pada Abdurrahman bin Auf, lalu beliau bertanya, apakah ini? 'Abdurrahman bin 'Auf menjawab ya Rasulullah sesungguhnya aku telah menikahi perempuan dengan maskawin senilai satu biji emas. Nabi sawberkata: semoga Allah memberkahimu, selenggarakanlah walimah walaupun hanya dengan seekor kambing. (HR. Muslim). Hadis di atas menjelaskan walimah dapat dilakukan dengan makanan yang sangat sederhana, tidak ada batasan khusus tentang makanan yang akan disajikan, tetapi menurut pendapat ulama yang lebih utama sekurang kurangnya dengan menyembelih satu ekor kambing. Walimah disunnahkan bagi mempelai laki-laki juga perempuan, karena adanya kebahagiaan dari kedua belah pihak. Seseorang yang mengadakan walimah wajib menjauhkan diri dari berlebihan/mubadzir Tujuan dari walimah adalah untuk mengumumkan pernikahan dan sebagai bentuk syukur atas kebahagiaan yang diperoleh dengan cara berbagi dengan sesama. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis: عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَعْلِنُوْا هَذَا النِّكَاحَ وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ (رواه الترمذي) Artinya: Diriwayatkan dari 'Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda, siarkanlah pernikahan ini dan lakukanlah di masjid-masjid dan mainkanlah dengan rebana. (HR. Al-Tirmidzi) 7. Talak dan Iddah a. Talak Talak dari segi bahasa artinya melepaskan ikatan. Maksudnya di sini ialah melepaskan ikatan pernikahan. Hukum melakukan talak ialah makruh. Sebagaimana hadis Rasul Muhammad Saw. عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تعالى الطلاق رواه ابو داود) Dari Ibnu Umar ra. dari Nabi saw beliau bersabda: "Perkara halal yang paling Allah benci adalah perceraian." (HR. Abu Daud)Namun, hukum tersebut dapat berubah sesuai dengan kemaslahatan dan kemudaratan keberlangsungan ikatan pernikahan: 1) Wajib. Talak menjadi wajib ketika bercerai lebih baik mempertahankan pernikahan. Artinya jika ikatan pernikahan dipertahankan namun hanya akan saling menyakiti ataupun mendatangkan bahaya, maka hukum talak menjadi wajib; 2) Sunah. Apabila sang suami sudah tidak sanggup memberikan kewajiban nafkah, sang istri tidak menjaga kehormatan dirinya atau karena istri mengabaikan kewajibannya kepada Allah Swt., contohnya istri tidak mau melaksanakan shalat atau ada kewajiban lain yang dilanggar oleh istri, 3) Haram. Haram menjatuhkan talak jika merugikan salah satu pihak. Talak juga haram dijatuhkan apabila sang istri dalam keadaan haid. Selain itu, talak hukumnya haram dilakukan ketika sang istri dalam keadaan suci sesudah dicampuri. 4) Makruh. Makruh merupakan hukum asal dari talak. Talak dihukumi makruh, apabila tidak disertai dengan alasan yang dibenarkan dalam ajaran agama Islam. Karena dengan talak dapat merusak pernikahan b. Macam-macam Talak Talak, dilihat dilihat dari macamnya dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Talak dari segi kalimat yang digunakan Talak ditinjau dari segi kalimat yang diucapkan bisa dilakukan dengan kalimat yang terang/jelas dan talak dengan menggunakan sindiran. Talak dengan kalimat yang terang adalah talak yang diucapkan dengan terus terang. mengandung kalimat yang sudah jelas dan sudah dipahami maksudnya. Contohnya: "Saya talak kamu sekarang" Talak dengan kalimat yang terang dianggap sah tanpa harus disertai dengan niat untuk memastikan apa sebenarnya yang diinginkan dari kalimat yang diucapkannya. Mengapa? karena kalimat tersebut jelas tujuan dan maknanya. Sedangkan talak dengan kalimat sındıran adalah kalimat yang diucapkan mengandung makna talak dan makna lain, seperti "Semua urusanmu sekarang. ada di tanganmu sendiri." Kalimat ini dapat diartikan bahwa istri memiliki kuasa untuk mengurusi dirinya sendiri dan melepaskan diri dari tanggung jawab suami. Kalimat ini juga dapat diartikan bahwa istri bebas melakukantindakan apa pun sesuai yang dia inginkan. Talak yang menggunakan kalimat sindiran dinyatakan tidak sah, kecuali apabila disertai dengan niat 2) Talak dari segi sesuai atau tidak dengan aturan syari'at Jika dilihat dari sesuai tidaknya dengan aturan syari'at, talak dibagi ke dalam talak sunni dan bid'i. Talak sunni ialah talak yang dilakukan sesuai syariat Islam, yang dilakukan ketika sang istri dalam keadaan suci (tidak sedang haid). Talak bid'i yaitu talak yang tidak sesuai dengan ketentuan agama Islam. Contohnya, suami yang menalak istrinya sebanyak tiga kali talak dengan 1 kali ucapan atau suami menalak istrinya saat sedang haid atau nifas. 3) Talak dari segi boleh dan tidaknya ruju' Dilihat dari segi boleh dan tidaknya ruju' dibagi menjadi 2, yaitu talak raj'i dan ba'in. Talak raj'i adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya tanpa didahului oleh talak sebelumnya (talak pertama), atau pernah diucapkan satu kali talak sebelumnya (talak kedua). Pada saat talak raj'i, suami masih diperbolehkan untuk ruju' dengan istri baik pada massa 'iddah maupun di luar massa 'iddah. Namun apabila ruju' dilakukan di luar masa 'iddah harus melakukan akad nikah yang baru. Sedangkan talak ba'in dibagi menjadi dua, yaitu, pertama ba'in shughra Talak ba'in sughra ialah talak yang dijatuhkan oleh suami atas permintaan sang istri. Dalam talak ini berlaku ketentuan seorang suami tidak boleh meminta ruju' walaupun masih dalam masa iddah. Suami hanya boleh ruju' ketika sudah selesai masa 'iddahnya dengan akad yang baru. Kedua, talak ba'in kubra mempunyai hukum yang sama dengan talak ba'in shughra, yaitu sama-sama memutuskan ikatan perkawinan. Talak ba'in kubra atau talak untuk ketiga kalinya berarti menjadikannya terpisah untuk selama-lamanya dan tidak diperbolehkan kembali lagi ke suaminya, kecuali apabila dia telah menikah dengan lelaki lain dan pernah berhubungan c. Masa 'iddah Iddah adalah masa menanti yang diwajibkan kepada perempuan yang ingin menikah lagi setelah diceraikan oleh suaminya, baik cerai hidup atau cerai mati. Diantara tujuannya untuk diketahui kandungannya berisi atau tidak. Menurut sebagian ulama, masa iddah juga bertujuan sebagai masa perenungan dan introspeksi diri, Imam al-Sya rawi menjelaskan salah satuhikmah dari masa iddah adalah sebagai penghormatan atas hubungan pernikahan yang pernah dijalin sebelumnya. Penjelasan masa iddah ialah sebagai berikut: a) Perempuan yang hamil, masa iddahnya sampai lahir anak yang dikandungnya sebagaimana firman Allah swt: ... وَأُولَتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ ... الطلاق / ٦٥ : ٤) Artinya: "... dan perempuan-perempuan yang sedang hamil (baik ditinggal mati suami ataupun ditalak) maka masa 'Iddahnya sampai ia melahirkan kandungannya..." (QS. al-Thalaq/65: 4) b) Perempuan yang tidak hamil ada kalanya cerai hidup atau cerai mati (suami meninggal). Untuk cerai mati massa iddahnya empat bulan sepuluh hari. Sebagaimana firman Allah Swt: وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُوْنَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا ... ( البقرة / ٢ : ٢٣٤) Artinya: "Dan orang-orang yang meninggal dunia dan meninggalkan istri-istri maka masa 'iddah istri mereka adalah empat bulan sepuluh hari..."(Q.S. al-Baqarah/2: 234) Sedangkan untuk masa iddah cerai hidup ialah tiga kali suci. Jika perempuan yang diceraikan sudah tidak mengalami haid, maka iddahnya tiga bulan. Telah difirmankan Allah dalam al-Qur'an: وَالْمُطَلَّقْتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَثَةَ قُرُوءٍ ... ( البقرة / ۲ : ۲۲۸) Artinya: Dan perempuan-perempuan yang diceraikan, maka mereka menunggu menahan dirinya (masa 'iddah) 3 kali masa suci..." (QS. al-Baqarah/2-228) وَالَّتِي يَسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ سَابِكُمْ إِنِ ارْ تَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ قَلْتَةُ أَشْهُرٍ ... ( الطلاق / ٦٥ : ٤ )Artinya: Dan apabila perempuan-perempuan yang telah memasuki mara tidak haid, jika kalian ragu maka masa iddah mereka adalah tiga bulan (QS. al-Thalaq/65:4) 8. Rujuk Kata rujuk dalam bahasa Arab disebut dengan raj'ah, artınya kembali. Suami yang rujuk dengan istrinya, berarti ia telah kembali pada istrinya. Sedangkan secara istilah sebagaimana dalam Kitab Mughni al-Muhtaj, rujuk adalah mengembalikan istri yang masih dalam masa iddah talak raj'i bukan ba'in Dengan kata lain rujuk hanya dapat dilakukan pada saat istri dijatuhkan talak raj'i (bukan ba'in) dan selama pada masa iddah. Dalam al-Qur'an. Allah Swt. berfirman: وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَأَمْسِكُوهُنَّ بِمَعْرُوفٍ أَوْ سَرِحُوْهُنَّ هُنَّ صِرَارًا لَتَعْتَدُوا ... ( البقرة / ۲ : ۲۳۱) بِمَعْرُوفِ وَلَا تُمْسِكُوهُنَّ . Artinya "Apabila kamu menceraikan istrimu, hingga (hampir) berakhir masa idahnya, tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas" (QS. al-Baqarah/2:231) Dalam ayat lain Allah Swt. menjelaskan tentang kebolehan rujuk jika masih talak satu dan dua. Sebagaimana ayat berikut ini الطَّلَاقُ مَرَّتَنِ فَإِمْسَاكَ بِمَعْرُوفِ أَوْ تَسْرِيحُ بِإِحْسَانٍ وَلَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَأْخُذُوا مِمَّا أَتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا إِلَّا أَنْ يَخَافَا أَلَّا يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ ( البقرة / ٢ : ٢٢٩) Artinya: "Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan (rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu berikan kepada mereku, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu menjalankan batas batas ketentuan Allah (QS. Al-Baqarah/2: 229)Pada ayat di atas menjelaskan jika seorang suami mentalak istri pertama kali dan kedua, suami masih bisa rujuk. Jika suami mentalak istri untuk ketiga kalinya, maka suami tidak bisa langsung rujuk dengan istrinya. Kecuali setelah istrinya menikah lagi dengan pria lain dan sudah berhubungan. Setelah itu suami pertama dapat menikahi istrinya tersebut. Ini pun jika istrinya bercerai dari suami keduanya tanpa ada paksaan atau direncanakan. Syarat dan Rukun Rujuk Svarat rujuk sama dengan waktu menikah, yaitu: baligh, berakal, atas kehendak sendiri, dan bukan seorang yang murtad. Apabila orang yang merujuk adalah murtad, belum baligh, dan orang yang terpaksa, maka hukumnya tidak sah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Syirbini dalam Kitab Mughni al-Muhtaj juz 3. Sedangkan rukun rujuk sebagaimana ditulis oleh Syaikh Abi Zakaria Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-Dimasyqı dalam Kitab Raudhatul Thalibin, ada empat, yaitu: 1) Ada perceraian/talak; 2) Orang merujuk (suami); 3) Sighat, yakni ucapan yang digunakan untuk rujuk, ucapan ini harus dikaitkan dengan pernikahan, contoh: raja'tuki ila nikahi (aku mengembalikan engkau ke pernikahanku) atau raja tuki ila zaujati (aku mengembalikan engkau sebagai istriku). Ucapan rujuk juga bisa memakai bahasa selain Arab: 4) Orang yang akan dirujuk (istri).9. Pernikahan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 Pemerintah Indonesia yang mengatur tentang Perkawinan tertulis di Undang-Undang. No. 1 Tahun 1974. Dalam Undang-Undang ini dijelaskan bahwa tujuan Pernikahan ialah untuk membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 juga diterangkan bahwa pencatatan pernikahan yang sah menurut negara hanya dapat dilakukan oleh Petugas Pencatat Nikah (PPN) yang berada di wilayah masing-masing Perincian tentang pencatatan pernikahan diatur pada Undang-Undang.Nomor 32 tahun 1954. Hal ini supaya mkah, talak dan rujuk menurut agama Islam supaya dicatat agar mendapat kepastian hukum. Selain itu perkawinan akan berdampak pada waris, sehingga perkawinan perlu dicatat agar jangan sampai ada perselisihan. Sedangkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 merupakan perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Di antara perubahannya adalah perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Pada bagian penjelasan disebutkan bahwa batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Selain itu dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak termasuk pendampingan orang tua serta memberikan akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin. Oleh karena itu, sebagai warga negara yang baik, hendaknya kalian bisa mematuhi Undang-Undang yang berlaku. Jangan sampai kalian terjerumus dalam pergaulan bebas yang mengesampingkan aturan yang berlaku Menikah bukan hanya persoalan bersenang-senang, namun merupakan sebuah komitmen untuk menjadi hamba yang taat kepada perintah Allah Swt., Rasululullah Saw., dan pemerintah untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Apabila keluarganya kuat, maka negara Indonesia juga akan menjadi kuat dan maju. 10. Hikmah Pernikahan dalam Islam Dari uraian di atas, hikmah pernikahan dalam Islam adalah: a) Dapat melaksanakan perintah Allah Swt. dan Rasul-Nya: b) Terbentuknya keluarga bahagia dan saling menyayangi: c) Terjalinnya hubungan yang diridhai oleh Allah Swt. Antara laki-laki dan perempuan, d) Mendapatkan generasi penerus yang sah;e) Mendatangkan pahala dan menjauhkan darí dosa besar zina; f) Terjalinnya tali silaturahmi antarkeluarga dari pihak suami dan istri; g) Membukakan pintu rezeki dari Allah Swt.